Langsung ke konten utama

Rindu yang Nyeri!

telah kutapaki usia tahun demi tahun kepedihan mengingat dan melupakan, kehilangan dan menemukan cintamu 


di dinding jam berdetik, di dada jantung berdetak, membayang waktu yang fana, hidup yang sementara


di hunus tajam runcing pedang cintaMu aku menyerah 


tikamlah lagi hingga ke lubuk rahasia cintaMu hingga pecah karena diriku hanya menunggu waktu menatap wajahMu


mungkin perlahan aku membunuh diri sendiri. pelan pelan kan sampai padamu. Rindu yang nyeri!


pada akhirnya aku akan mati. dan segala degup akan berhenti. 


Malang, 11 Juli 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGU JOGJA

Berdirilah di sini, dekat Tugu Kau ada di pusat, antara Parangtritis, Keraton dan Merapi   "Mungkin kau ingin menikmati gudeg, malam-malam di seberang jalan?" Ujar pemandu wisata.   Ingatan membentang antara Panggung Krapyak dan Monumen Jogja Kembali   "Aku ingin ke Borobudur dan Prambanan," ujar wisatawan yang bertanya ke mana arah, mungkin lupa membuka peta di google map, atau hanya sekedar ingin menyapa.   Di Tugu Jogja, dia menulis tentang masa lalu, mungkin gempa, mungkin juga tentang riwayat sebuah kuasa.   Selembar sajak mengabadikannya.   Malang, 2021

Ruang Puisi Ruang Hati Ruang Sunyi: Kumpulan Puisi Terbaik Nanang Suryadi 2011 - 2012

Ruang Puisi Ruang Hati Ruang Sunyi: Kumpulan Puisi Terbaik Nanang Suryadi 2011 - 2012 Antologi Puisi Apa yang Kau Pikirkan, Katamu Blog Sastra Indonesia Bulan Menari antara Ada dan Tiada Candu Kata-Kata Ijinkan Ayah Menangis Saat Ini Kita Berdua Saja Saling Membaca Tanda Kumpulan Puisi Terbaru 2013 Lalu Engkau Menyusun Kata Khianat Menelusur Malam, Menembus Temaram Nasi Goreng Rambut Memutih Rumah-Rumah di Atas Gunung Serabi Jalan Margonda Sketsa Suasana Tentang Mimpi Penyair yang Tak Segera Ingin Tidur UGD Tengah Malam Untuk Arya Mada Hastasurya ada yang kuingat dari segelas kopi apa yang harus aku kabarkan padamu? di Reruntuhan Keraton setiap pagi, arya lihat burung burung bernyanyi

Dari Kotagede hingga Tegalrejo

"aku ingin berjalan, menelusur jejak para leluhur," kata wisatawan sambil menunjuk peta kota Jogja.   lalu dia bercerita tentang trah riwayat, jalan-jalan yang dilalui, dari Kotagede hingga Tegal Rejo   sejarah mengalir serupa alir sungai Gajah Wong, Code, Progo, Boyong dan Gendol, tanpa tulisan waspada di musim hujan tiba   "berapa ongkos ke Tegalrejo dari sini?" kepada pengayuh becak yang tergagap melihat peta yang disorongkan ke hadapannya   dari Kotagede hingga Tegalrejo, imaji mengelilingi kota: Jogjakarta.   Malang, 2021